Monday, June 2, 2008

Optimisme

Tak ada kata menyerah sebelum berjuang...
Tak ada rasa pesimis sebelum berusaha...
Jalani apa yang mesti dijalani...
Tanamkan dalam diri, ... aku sanggup untuk berbuat...
Karena hidup adalah perbuatan...

Kesempurnaan

Kesempurnaan hanya bersemayam di dua tempat,....
Dalam imajinasinya,...dalam penerimaan seutuhnya...
Kesempurnaan hakiki hanyalah milik Nya,....
Yang Maha Sempurna...

Akankah...

Kucoba mengumpulkan segenap asa yang terserak,.... membangkitkan kembali segala cita dan cinta,...Dengan seizin Nya,... akankah semesta mendukungku?...

Selamat Pagi

Selamat pagi dunia...
Selamat pagi harapan...
Selamat pagi kejujuran...
Selamat pagi kesetiaan...
Selamat pagi kemulyaan...
Selamat pagi keyakinan...
Selamat pagi keceriaan...
Selamat pagi percaya diri...
Selamat pagi masa depan...
Selamat pagi kawan...
Selamat pagi sahabat...
Selamat pagi sayang...
Selamat pagi cinta...

Wednesday, June 6, 2007

When will you hold my hand....
May the breath of life reside in your heart...
i
i
When you're near...I feel your fragrant breath...
Like the tune and rhythm...pictured on your life...
Like the memories...portrayed on your mind...
Like the wrists that embrace...
Like the dreams...shown in your eyes...
i
i
The sea in my heart will eliminate all obstacles...
My deep sorrow will drown the vell of my sadness...
Like the secret united in the heartbeats...
Like the falling rain by the clouds...
Like the moon near the sun...
Like the eyebrows near the eyes...
Like the sea near its current...
i
i
My breath...my heartbeats...
They won't feel perfect...
Now...
The full moon's in the sky and I've become perfect...
i
i
Sacrifice for Your love... I get a victory...

Thursday, April 5, 2007

Ketika Derita Mengabadikan Cinta


Suara pembawa acara walimatul ursy itu, menggema di seluruh ruangan resepsi
pernikahan nan mewah... di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.

Seluruh hadirin menanti dengan penasaran. Apa kiranya yang akan
disampaikan pakar syaraf jebolan London itu, Prof DR Mamduh Hasan Al-Ganzouri.

Hati mereka menanti-nanti. Mungkin akan ada kejutan baru, mengenai
hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf, dari professor yang murah
senyum dan sering nongol di televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah
menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa.
Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan
berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang
tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung
shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang
kacamatanya, lalu...

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du.
Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat seperti lazimnya
para ulama, para mubhaligh dan para ustadz.
Namun pada kesempatan kali ini, perkenankan saya bercerita.

Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini, bukan fiktif dan bukan pula
cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya,
yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya.
Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan
Allah, bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya.
Ambillah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.
Saya berharap, kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras,
melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian.
Serta menghadirkan pula kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu ...
Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke
atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat
di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga
aristokrat terkemuka di Ma'adi. Ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan
Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik
di negeri ini.

Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Keluarga
besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat dan
kalangan high class yang sepadan!
Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini.
Saya merasa terkukung dan terbelenggu.
Saya lebih merasa hidup, justru saat bergaul dengan teman-teman
dari kalangan bawah, yang menghadapi hidup dengan
penuh rintangan dan perjuangan.
Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya,
mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga.

Ayah memperoleh warisan yang sangat besar dari kakek.
Dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda..
maka kami hidup mewah dengan selera tinggi.
Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah.
Berkali-kali saya minta pada ayah, untuk menggantikannya dengan
mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman
dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah.
Terpaksa saya pakai mobil itu, meskipun dalam hati saya membantah
habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati,
saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.
Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh
pesona lahir batin.

Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan dan kemuliaan akhlaknya.
Dari keteduhan wajahnya saya menangkap, dalam relung
hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara.
Kecantikan dan kecerdasannya sangat menakjubkan.
Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.
Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya.
Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat.
Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci,
yang diridhai Allah. Yaitu ikatan pernikahan.

Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas.
Maka, datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan.
Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.
Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati
pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah.
Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub
dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya.
Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian
serta tutur bahasanya yang halus.

Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya
beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah. Beliau membanting gelas
yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum, bahwa pernikahan ini tidak
boleh terjadi selamanya!

Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku
sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang
cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur!
Saya katakan dengan bangga.
Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati.
Seorang pekerja keras, yang telah menunaikan
kewajibannya dengan baik kepada keluarganya.
Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak
dilakukan para bangsawan "Pasha".
Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur
dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak
mengecap bangku pendidikan.
Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah.
Saya berdiri sendiri. Tidak ada yang membela.
Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya
yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui.
Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya
pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds.
Saya protes kepada mereka,atas ketidak adilan ini.

Kenapa adik saya malah direstui dan diberi fasilitas maha besar?
Dengan enteng ayah menjawab.
"Karena kamu memilih pasangan hidup dari
strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga.
Sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri,
dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri."

Hadirin semua, mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat.
Yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi,
namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela
cinta dan hidup saya. Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya.
Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi,
dengan harapan ...beliau berlaku bijak merestui rencana saya.

Namun, la haula wala quwwata illa billah,
saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui
penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah
untuk mengawinkan putrinya dengan saya.
Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras.
Tidak akan mengakui anak lagi dengan alasan membela kehomatan.
Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, meratap dan bertanya
kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri
penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor
ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku.

Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan
akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi.
Kami keluar dari kantor itu resmi sebagai suami isteri yang sah
dimata Allah dan manusia.
Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih,
sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir.

Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir...
akad nikah kami membuat murka keluarga saya..
Prahara kehidupan menanti di depan mata.
Begitu mencium berita pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah.
Mobil dan segala fasilitas yang ada disita.
Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa.
Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang
sebanyak 4 pound saja!
Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar
ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.
Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya.
Lebih tragis lagi, ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian
dan uang sebanyak 2 pound.
Tak lebih!
Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!
Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound?
Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan.
Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin.
Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara
campur aduk menjadi satu.
Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca,
bertatapan penuh cinta dan
jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang ,
rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami.

"Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini.
Maafkan Kanda!"
"Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar.
Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar.
Suatu ketika merekapun akan tahu bahwa kita benar.
Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.
Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda,
selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus.
Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya.
Lahirlah rasa optimisme untuk hidup.
Rasa takut dan cemas itu sirna seketika.
Apalagi teringat, bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter.
Dan sebagai lulusan terbaik, masing-masing dari kami akan menerima penghargaan
dan uang sebanyak 40 pound.
Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit.
Kami duduk di emperan toko berdua dan hanya mempunyai sisa uang 6 pound.
Saya berhasil menghubungi seorang teman, yang memberi pinjaman
sebanyak 50 pound.
Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah.
Kami sadar, bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah.
kami harus mengarunginya berdua .
Tidak ada yang menolong,kecuali cinta, kasih sayang,
dan perjuangan keras kami berdua, disertai rahmat Allah SWT.
Kami dapat mengontrak rumah sederhana di daerah kumuh, berkat
pertolongan teman jua. Segera kami pindah kesana.
Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya.
Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal,
satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali,
kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.
Dalam hidup bersahaja dan belum dapat dikatakan layak itu, kami merasa tetap
bahagia, karena kami selalu bersama.
Adakah di dunia ini kebahagiaan,
melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta?
Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta.
Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat?
Karena di surga Allah menjanjikan cinta.
Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari
semua itu.

Untuk nikmat cinta itu,
Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.
Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah, yang berhak
memperoleh segala cinta di surga.
Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus
mendekatkan diri kepada-Nya.
Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an.
Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah,
yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan.
Pada waktu siang, ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan.
Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat.
Dan bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun,
kecuali Allah SWT.
Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari
dan mengunjungi kami.
Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.
Suatu malam...

Ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor
dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya.
Mereka merusak segala perkakas yang ada.
Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu
juga dengan kursi.
Kasur tempat kami tidur mereka robek-robek.
Mereka memaki kami dengan kata-kata kasar.
Sebelum pergi,mereka mengancaman, "Kalian tak akan hidup tenang,
karena berani menentang Tuan Pasha."
Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu
pangkatnya naik menjadi jendral.
Firasat saya mengatakan, ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang.
Saya mendapat kabar dari seorang teman, bahwa ayah telah merancang
skenario keji untuk memenjarakan isteri saya, dengan tuduhan wanita tuna
susila. 

Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini.
Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak
kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.
Seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau, dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya, agar menceraikan isteri saya.
Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu.
Sebab kalau itu terjadi, pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras
dan bisa berbuat lebih nekad.
Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan,
sambil meminta beliau sabar,
sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.
Inilah skenario temanku itu, untuk terus mengulur waktu,
sampai ayah turun marahnya.
Untunglah beberapa bulan setelah itu,
datanglah saat wajib militer selama satu tahun penuh.
Inilah masa yang saya takutkan.
Tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima, kecuali 6 pound setiap bulan.
Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai.

Tetapi Allah tidak melupakan kami.
Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba- Nya yang beriman.
Isteri saya hidup selamat, bahkan dia mendapatkan kesempatan magang
di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami.
Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.
Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada
kekasih hati.

Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan.
Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih.
Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya.
Saya teringat puisi seorang penyair Palestina, yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia, lepas dari belenggu derita:
Sambil menatap kaki langit
Kukatakan kepadanya

Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring
Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba
Bukan karna ketiadaan kata-kata
Tapi karena kupu-kupu kelelahan
Akan tidur di atas bibir kita
Besok, oh cintaku... besok
Kita akan bangun pagi sekali
Dengan para pelaut dan perahu layar mereka
Dan akan terbang bersama angin
Seperti burung-burung

Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa
dan derita.
Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta.
Namun dia ternyata punya pandangan lain.
Dia malah bersikeras untuk masuk program Magister bersama!
"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu.
Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat,
untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk.
Demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan.
Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister
dan menjawab logika yang saya tolak:
"Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran
dari Fakultas, sehingga akan mendapatkan keringanan biaya. Kita harus sabar
sebentar menahan derita, untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan.
Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita reguk
sum-sum penderitaan ini.
Kita sempurnakan prestasi akademis kita dan kita wujudkan mimpi indah kita."
Ia begitu tegas. Matanya yang indah, tidak membiaskan keraguan atau
ketakutan sama sekali.
Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh.
Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan
kekuatan jiwanya.

Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki
hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan
kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll.
Nyaris kami hidup sebagai sufi.
Masih terekam dalam memori saya..
Bagaimana kami belajar bersama padasuatu malam,
sampai didera rasa lapar yang tak terperikan. Kami obati dengan air.
Yang terjadi malah kami muntah-muntah.
Terpaksa uang untuk beli buku, kami ambil untuk pengganjal perut.
Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu,
terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.
Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia.
Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun.
Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh,
saya tidak bisa lagi melukiskan bagaimana rasa sayang,
hormat, dan cinta yang mendalam padanya.
Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah
wajah istri saya yang lagi serius belajar.
Kutatap wajahnya dalam-dalam.
Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan
mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta, dengan
senyumnya yang khas.

Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua.
Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini.
"Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra sambil
tersenyum.
Kami teruskan belajar dengan semangat membara.
Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar
Magister dengan waktu tercepat di Mesir.
Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja
di sebuah rumah sakit di Kuwait.
Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka,
kami mengenal hidup layak dan tenang.
Kami hidup di rumah yang mewah,
merasakan kembali tidur di kasur empuk
dan kembali mengenal masakan lezat.
Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di
Heliopolis.

Tetapi istriku memang 'edan'.
Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor
Spesialis di London.
Juga dengan logika yang sulit saya tolak:
"Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui,
dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di
London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya
kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di
negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."
Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London.
Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar
Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.
Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru
di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya.
Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit,
dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.
Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas.
Saya namai dia dengan nama istri terkasih,
belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka,
yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

Lima tahun setelah itu.
Kami pindah kembali ke Kairo, setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji
di Tanah Haram.

Kami kembali laksana raja dan permaisurinya,
yang pulang dari lawatan keliling dunia.
Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian ...
setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.
Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah SWT
dan bertambahlan rasa cinta kami.

Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup.
Jika hadirin sekalian ingin tahu istri salehah yang saya cintai ,
yang mencurahkan cintanya dengan tulus,
tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini,
di kala suka dan duka,
maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu,
tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan.

Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan
bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."
Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok
perempuan separoh baya, yang tampak anggun dengan jilbab biru.
Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya.
Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca..
lelehan air mata haru kedua mempelai, dan
segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.



Wednesday, April 4, 2007

Love and Live

Pernikahan adalah seperti Sekolah - Cinta

Bertahun-tahun yang lalu, saya berdoa kepada Tuhan untuk memberikan saya pasangan, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak memintanya", Tuhan menjawab.Tidak hanya saya meminta kepada Tuhan,seraya menjelaskan kriteria pasangan yang saya inginkan. Saya menginginkan pasangan yang baik hati,lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, पेनुperhatian.

Saya bahkan memberikan kriteria pasangan tersebut secara fisik yang selama ini saya impikan. Sejalan dengan berlalunya waktu, saya menambahkan daftar kriteria yang saya inginkan dalam pasangan saya.

Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hati saya, "HambaKu, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."Saya bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia menjawab, "Karena Aku adalah Tuhan dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah benar."Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang aku pinta dariMu?" Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskan kepadamu. Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagiKu untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagiKu untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar; atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam; atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam; seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."

Kemudian Ia berkata kepada saya, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai semua itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu.

Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid.

Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu".

Ini untuk : yang baru saja menikah, yang sudah menikah, yang akan menikah dan yang sedang mencari, khususnya yang sedang mencari.

J I K A........

Jika kamu memancing ikan..... Setelah ikan itu terikat di mata kail, hendaklah kamu mengambil Ikan itu..... Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja.... Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selagi ia masih hidup.


Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang... . Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya..... Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja...... Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingat... ..

Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada takungannya dan janganlah menganggap ia begitu teguh......cukuplah sekadar keperluanmu. ...... Apabila sekali ia retak tentu sukar untuk kamu menambalnya semula...... Akhirnya ia dibuang..... . Sedangkan jika kamu coba memperbaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan lagi.....

Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya.... . Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa.... . Anggaplah ia manusia biasa. Apabila sekali ia melakukan kesilapan bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya. Akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya. Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus hingga ke akhirnya.... .

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi yang pasti baik untuk dirimu. Mengenyangkan. Berkhasiat. Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain.... Terlalu ingin mengejar kelezatan. Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya. kamu akan menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan yang membawa kebaikan kepada dirimu. Menyayangimu. Mengasihimu. Mengapa kamu berlengah, coba bandingkannya dengan yang lain. Terlalu mengejar kesempurnaan. Kelak, kamu akan kehilangannya; apabila dia menjadi milik orang Lain kamu juga akan menyesal.